KONSEP ISLAM DAN ORANG KAFIR
Jika konsep Islam mendasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah, maka konsep non-Islam mendasarkan pada olah pikir manusia. Pertanyaan yang perlu diajukan, apakah hasil olah pikir manusia tidak mampu memberikan penjelasan terhadap realitas sebagaimana teks.?
Apakah mesti jika terjadi pertentangan antara keduanya, maka yang kedua mesti diunggulkan dari pada yang pertama.? Jangan-jangan ini hanya sikap apologetif karena tidak mampu membangun proyek pemikiran dalam menyikapi perkembangan zaman. Disisi lain enggan dianggap pemamah konsep luar, maka langkah strategis untuk menyelinap adalah berlindung di balik tafsir teks, kembali pada ortodoksi.
Sebenarnya tidak perlu dipertentangkan, apalagi dibuat distingsi hirarkis mana konsep islam dan mana konsep non-islam, sebagaimana pengutaraan Nasr Hamid Abu Zaid. Bahwa konsep yang ada referensinya dalam teks, itulah konsep islam, sementara konsep yang tidak ditarik dari dan disentuhkan pada teks itu, apalagi di reproduksi oleh orang atau peradaban luar Islam, bukan Islam justru meyempitkan horizon dalam meneguk kebenaran.
Karena pada akhirnya kontekstualisasi yang diusulkan oleh Kuntowijoyo pun adalah produk olah pikir (penafsiran) manusia yang tak seorangpun mampu menjamin itu pasti sesuai dengan kehendak sang pembuat teks.
Maka dari itu sang pebuat teks pun seringkali membuat metafor-metafor dalam menjelaskan sebuah konteks yang merangsang munculnya kemajemukan penafsiran. Dari pelbagai penafsiran itu ada saja kita jumpai penafsiran-penafsiran yang tidak memihak dan tidak mencerahkan.
Sehingga manakala ada pertentangan antara konsep di luar ortodoksi dengan konsep islam yang merujuk pada teks, jangan-jangan bukam yang pertama yang keliru, namun yang kedua karena sesat tafsir yang di bungkus oleh dogma. Inilah yang disimpulkan Abdul Karim Sorous ketika menggagas ilmu agama (the science of religion) bahwa tafsir tidaklah akan bersih dari kesalahan, perubahan, kesatu-sisian. Sehingga sikap yang diambil bukanlah memenangkan salah satu dengan menegasikan yang lain, namun bersikap kritis terhadap semua produk dan pembacaan terhadap realitas entah merujuk pada konsep agama atau konsep non-agama.
Sementara disisi lain dalam khazana pemikiran dan keilmuan islam yang banyak menjelaskan teks tidak cukup tersedia instrumen atau alat yang compatable dan adequate dalam membaca realitas secara kritis.
Pemikir islam sekaliber Hasan Hanafi dengan "kiri islam"nya, Farid Essac dengan "Hermeneutik Pembebasan"nya, Asghar Ali Engineer dengan "Teologi Pembebasan"nya, kalau kita mau jujur ya, banyak dipengaruhi pemikiran dan analisis Marxian ketika melakukan reproduksi makna terhadap teks. Tidak seluruhnya benar juga bahwa konsep normatif non-Islam itu mengalami kebekuan.
Semua produk pemikiran baik yang berasal dari teks atau konsep yang dihasilkan olah pikir manusia pastilah akan mengalami kebekuan dan pemfosilan jika tertutup bagi reproduksi makna baru yang lebih relevan.
wasalam ....
Komentar