Langsung ke konten utama

MAKALAH ANTROPOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

   
  1. Latar Belakang
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi salah satu pendekatan yang sangat penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.
Begitu pula dengan posisi penting manusia dalam Islam yang mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah persoalan agama yang sebenarnya. Posisi penting manusia dalam Islam-seperti digambarkan dalam proses penciptaannya yang ruhnya merupakan tiupan dari ruh Tuhan-memberikan indikasi bahwa manusia menempati posisi penting dalam mengetahui tentang Tuhan.
Dengan demikian pemahaman agama secara keseluruhan tidak akan tercapai tanpa memahami separuh dari agama yaitu manusia. Barangkali tidak berlebihan untuk menyebut bahwa realitas manusia sesungguhnya adalah realitas ketuhanan yang empiris. Di sinilah letak pentingnya kajian antropologi sebagi suatu pendekatan dalam mengkaji Islam. Sebagai ilmu yang mengkhususkan diri mempelajari manusia-yang merupakan realitas empiris agama-maka antropologi juga merupakan separuh dari ilmu agama itu sendiri.

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Apa pengertian dari Antropologi?
  2. Bagaimana keterkaitan antara Islam dan Budaya dalam studi Islam?
  3. Bagaimana perkembangan dan pendekatan Antropologi dalam studi Islam?
  4. Bagaimana model penelitian dari Antropologi studi Islam?

  1. Tujuan
  1. Memahami pengertian dari Antropologi
  2. Memahami keterkaitan antara Islam dan Budaya dalam studi Islam
  3. Mengetahui perkembangan dan pendekatan Antropologi dalam studi Islam
  4. Mengetahui model penelitian dari Antropologi studi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Antropologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Antropologi terdiri dari kata Antropos dan Logos. Antropos berarti manusia sedangkan Logos bearti Ilmu. Dengan kata lain Antropologi diartikan sebagai ilmu tentang manusia. Secara terminologi, antropologi diartikan sebagai ilmu tentang manusia, khususnya tentang asul-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaannya pada masa lampau. Edward Taylor mendefinisikan antropologi sebagai hasil prilaku yang pada gilirannya mengakumulasikan dan mentransimisikan pengetahuannya. Oleh karena kemampuannya yang khusus manusia itu maka ia dapat menyusun kembali lingkungan alamiahnya.
Adapun definisi lain yang dikemukakan oleh para pakar antropologi, setidaknya antara lain adalah menurut James L. Peacock, pengertian antropologi itu menitik beratkan pada aspek pemahaman kemanusiaan dalam bentuk keanekaragaman secara menyeluruh. Dalam term-term antropologi termasuk didalamnya masalah yang menyangkut biologi, kultural, ekonomi sosiologi, estetika dan politik.
Menurut Koentjaraningrat, Spesialisasi Antropologi terbagi dua yaitu :
  1. Antropologi Fisik : Paleontologi (asal usul manusia, evolusinya dan sejarahnya)
    Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil. Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia.
  2. Antropologi Budaya : dalam hal ini terbagi menjadi dua, yaitu Arkeologi dan Etnologi. Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan.  Sedangkan Ethnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia didalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia baik memahami cara berpikir maupun berprilaku.Ethnografi yaitu pelukisan adat kebiasaan (Koentjaraningrat, 1980: 24).
Kaitannya dengan keagamaan, melalui pendekatan antropologi sosok agama yang berada pada dataran empirik akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Sehingga dapat dipahami bahwa doktrin-doktrin keagamaan ternyata tidak berdiri sendiri dan tidak pernah terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakata yang mendukung keberadaannya. Inilah makna dari penelitian antropologi dalam memahami gejala-gejala kebudayaan.
  1. Islam dan Budaya
Islam adalah agama yang di ridhai Allah. Sebagaimana termaktub dalam surat al-Maidah,“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah aku ridhai Islam sebagai agamamu”. (QS. al-Maidah: 3). Bahkan Allah menguatkan firmanNya di dalam surat al-‘Imran, “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam”. (QS. al-‘Imran: 19). Sejak zaman Rasulullah saw, Islam disampaikan dengan beragam cara, didakwahkan kepada umat dengan berbagai metode. Metode tersebut adalah sebuah cara untuk menyampaikan esensi ajaran Islam sendiri.
Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya, bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya. Namun, apakah pengertian budaya dan bagaimana Islam memandangnya? Menurut Koentjaraningrat, Budaya adalah kelakuan yang berlaku pada masyarakat dan lingkungan tertentu (Koentjaraningrat,1980:7-8) Dahulu kebiasaan memberikan makanan untuk berhala adalah budaya di kalangan masyarakat jahiliyah Arab. Namun, setelah Rasul datang beliau mengubah kebiasaan jahiliyah tersebut, dan menggantikannya dengan ajaran Islam.
Misalnya, kebiasaan memberikan makanan untuk berhala, diganti beliau dengan mengajarkan bersedekah. Begitu pula pada generasi berikutnya, wali sembilan di Jawa misalnya. Para wali mengubah kebiasaan atau budaya masyarakat pada saat itu, dan menggantinya dengan kegiatan yang bernilai ibadah. Misalnya, sekatenan.
Sekaten adalah sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama IslamSyahadatain. Para pengunjung sekatenan yang menyatakan ingin “ngrasuk” agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam tersebut, dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat (syahadatain).
Dalam pengamalannya Islam tidak membumi hanguskan semua budaya tersebut. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dan budaya. Di mana budaya menjadi sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam. Contoh yang populer adalah bagaimana Islam mengajarkan untuk mendoakan kebaikan dan kemenangan di hari Idul Fitri.
Al Baihaqi mengatakan, “Bab berisi riwayat tentang ucapan selamat ketika hari ied dengan kata-kata taqabbalallahu minna wa minka”. Namun, dalam budaya Indonesia biasa digunakan doa “Minal `aidzin wa-l faizin”. Doa yang biasa diucapkan umat Islam Indonesia pada hari Raya Idul Fitri, yang kalau diterjemahkan secara lengkap adalah “Semoga Anda termasuk dari kelompok orang-orang yang kembali kepada fitrah dan berbahagia/beruntung”.
Ucapan selamat atau saling mendoakan ini bukan ibadah mahdhah. Tetapi, termasuk bagian dari muamalah. Bisa doa apa saja, bisa bahasa apa saja yang penting bisa dipahami/dimengerti oleh yang diberikan ucapan selamat/doa tersebut. Sehingga, dalam aplikasinya, metode tersebut tidak merusak esensi Islam sendiri (Nursalim: 2012).
Misalnya, bagaimana Sunan Kalijaga mendakwahkan Islam dengan budaya Jawa waktu itu, yaitu dengan lagu/tembang. Misalnya, pada tembang ilir ilir. Terdapat filosofis agamis dalam tembang yang notabene adalah budaya masyarakat Jawa pada waktu itu. Bahkan Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini. Ilir ilir mengandung arti sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi dan demikian menghijau.
Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.
Sehingga, pada hakikatnya dalam pendakwahannya Islam justru merangkul budaya untuk menyampaikan esensi ajarannya. Karena, dengan merangkul budaya, Islam jadi lebih mudah diterima di masyarakat. Budaya bisa/boleh saja digunakan untuk metode dakwah, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah, “Dan janganlah kau campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah: 42)

  1. Perkembangan Studi dan Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam
Antropologi didefinisikan sebagai sebuah ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna, bentuk fisik, adaat istiadat dan kepercayaan pada masa lampau. Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia menjadi sangat penting untuk memahami agama. Dibekali dengan pendekatan yang holistic dan komitmen antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosial dengan berbagai budaya.
Sekilas tentang perkembangan antropologi, perlu diketahui antropologi adalah suatu disiplin ilmu dari cabang ilmu pengetahuan sosial yang memfokuskan kajian pada manusia. Perhatian serius antropologi dimulai pada abad 19 M. pada abad ini, antropologi sudah digunakan sebagai pendekatan penelitian yang difokuskan pada kajian asal usul manusia. Antropologi pada masa itu beranggapan bahwa seluruh masyarakat manusia tertata dalam keteraturan, seolah sebagai eksalator raksasa dan mereka (bangsa barat) menganggap bahwa manusia sudah menempati posisi puncak, sedangkan bangsa Eropa dan Asia masih berada pada posisi tengah.
Berbicara seputar pendekatannya, Prof. Amin Abdullah mengemukakan Setidaknya ada 4  (empat) ciri fundamendal  cara kerja  pendekatan antropologi terhadap agama. Pertama, bercorak descriptive, bukannya normatif.  Pendekatan antropologi  bermula dan diawali dari kerja lapangan  (field work),  berhubungan  dengan orang, masyarakat, kelompok  setempat yang diamati  dan diobservasi dalam jangka waktu yang lama dan mendalam.  Inilah yang biasa disebut dengan  thick description (pengamatan dan observasi di lapangan yang dlakukan secara serius, terstuktur , mendalam dan berkesinambungan). 
Thick description dilakukan  dengan cara antara lain Living in , yaitu  hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti  ritme dan pola hidup sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkansecara akademik.  John R Bowen, misalnya, melakukan penelitian antropologi  masyrakat muslim Gayo,di  Sumatra, selama bertahun-tahun.
Kedua, Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi  adalah local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan. Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari,  agenda mingguan, bulanan dan tahunan, lebih –lebih ketika manusia melewati hari-hari  atau peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani  kehidupan. Ritus-ritus atau amalan-amalan apa saja yang dilakukan untuk melewati peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan tersebut  (rites de pessages) ? Persitiwa  kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan .  Apa yang dilakukan oleh manusia ketika menghadapi dan menjalani ritme kehidupan yang sangat penting tersebut?
Ketiga, antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan  secara lebih utuh (connections across social domains). Bagaimana hubungan antara wilayah  ekonomi,  sosial, agama, budaya dan politik.  Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah. Keutuhan dan kesalingterkaitan antar berbagai domain kehidupan manusia. Hampir-hampir tidak ada satu domain wilayah kehidupan yang dapat berdiri sendiri, terlepas dan  tanpa terkait dan terhubung dengan lainnya.
Keempat, comparative. Studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.  Talal Asad menegaskan lagi disini bahwa “What is distinctive about modern anthropology is the comparisons of embedded concepts (representation) between societies differently located in time or space. The important thing in this comparative analysis is not their origin (Western or non-Western), but the forms of life that articulate them, the power they release or disable.”
Sebagai contoh, Cliffort Geertz pernah meneliti bagaimana dia membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dan Marokko.  Bukan sekedar untuk mencari kesamaan dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk memperkaya perspektif  dan memperdalam bobot kajian.  Dalam dunia global seperti saat sekarang ini, studi komparatif sangat membantu memberi perspektif baru  baik dari kalangan outsider maupun outsider.
  1. Model Penelitian Antropologi Agama
Dalam pandangan Dawam Raharjo, antropologi dalam hal ini penelitiannya lebih menggunakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Dawam menambahkan penelitian antropologis yang induktif dan gronded, yakni turun ke lapangan tanpa berpijak pada atau setidak-tidaknya berupaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan dibidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model matematis, banyak juga memberikan sumbangan kepada penelitian historis (Raharjo, 1990:19).
Dalam aplikasinya, berbagai penelitian antropologi agama dapat dikemukakan hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Golongan masyarakat yang kurang mampu dan golongan miskin yang lain, pada umumnya lebih tertarik kepada gerakan keagamaan yang bersifat menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan orang kaya lebih cendrung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran itu menguntungkan pihaknya (Abdullah, 2002:31).
Penelitian bidang antropologi agama juga dilakukan oleh Clifford Geertz yang hasil penelitiannya yang telah dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul The Religion of Java. Arti penting dari karya Geertz ini adalah sumbangan pemikirannya dengan simbol-simbol yaitu bagaimana hubungan antara struktur-struktur sosial yang ada dalam suatu masyarakat dengan pengorganisasian dan perwujudan simbol-simbol, dan bagaimana para anggota masyarakat mewujudkan adanya integrasi dan disintegrasi dengan cara mengorganisasi dan mewujudkan simbol-simbol tertentu.
Menurut Geertz dalam penelitiannya di Mojokerto kebudayaan Jawa memiliki struktur-struktur sosial yang berlainan. Struktur-struktur sosial itu adalah Abangan(berpusat di pedesaan), Santri (berpusat di perdagangan atau pasar), dan Priyai (berpusat di kantor Pemerintahan, di kota).
Pandangan Geertz yang mengungkapkan tentang adanya trikotomi abangan, santri dan priyayi didalam masyarakat Jawa, ternyata telah mempengaruhi banyak orang dalam melakukan analisis baik tentang hubungan antara agama dan budaya, ataupun hubungan antara agama dan politik. Dalam diskursus interaksi antara agama khususnya Islam dan budaya di Jawa, pandangan Geertz telah mengilhami banyak orang untuk melihat lebih mendalam tentang interrelasi antara keduanya. Keterpengaruhan itu bisa dilihat dari beberapa pandangan yang mencoba menerapkan kerangka berfikir Geertz ataupun mereka yang ingin melakukan kritik terhadap wacana Geertz.
Pandangan trikotomi Geertz tentang pengelompokan masyarakat Jawa berdasar religio kulturalnya berpengaruh terhadap cara pandang para ahli dalam melihat hubungan agama dan politik. Penjelasan Geertz tentang adanya pengelompokkan masyarakat Jawa kedalam kelompok sosial politik didasarkan pada orientasi ideologi keagamaan. Walaupun Geertz mengkelompokkan masyarakat Jawa kedalam tiga kelompok, ketika dihadapkan pada realitas politik, yang jelas-jelas menunjukkan oposisinya adalah kelompok abangan dan santri.
Pernyataan Geertz bahwa abangan adalah kelompok masyarakat yang berbasis pertanian dan santri yang berbasis pada perdagangan dan priyayi yang dominan di dalam birokrasi, ternyata mempunyai afiliasi politik yang berbeda. Kaum abangan lebih dekat dengan partai politik dengan isu-isu kerakyatan, priyayi dengan partai nasionalis, dan kaum santri memilih partai-partai yang memberikan perhatian besar terhadap masalah keagamaan.
Dalam melakukan penelitiannya Geertz menggunakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada data-data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan (servey) dan penelitian Grounded research, yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya.
Dengan demikian sipeniliti tidak berangkat dari suatu teori atau hipotesa tertentu yang ingin diuji kebenarannya di lapangan. Seorang peneliti datang ke lapangan tanpa ada prakonsepsi apapun terhadap fenomena keagamaan yang akan diamatinya. Fenomena-fenomena tersebut selanjutnya dianalisa atau diinterprestasi dengan menggunakan kerangka teori tertentu.(Nata, 2002:349).

BAB III
PENUTUP

Pendekatan antropologi dalam studi Islam adalah merupakan salah satu cara untuk memahami Islam dan cara melihat wujud praktek keagamaan yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. Untuk memahami Islam secara kaffah harus dengan pendekatan yang konfrehensif, aktual dan integral dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu umat Islam dituntut untuk mendalami berbagai disiplin ilmu pengetahuan agar dapat mengaktualisasikan Islam dalam dunia empirik, terutama menguasai teori-teori ilmu pengetahuan serta metodologinya, baik secara teoritis sehingga benar-benar Islam dapat menjadi pemandu dan pengarah dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996.
Abdullah, Taufik dan Karim, Rusli, Metodologi Penelitian Agama. Cet.2, Tiara Wacana, Yogyakarta 1990.
Koentjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru, Jakarta, 1980.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Rajawali Press, Jakarta, 1998.
Nursalim, Ahmad. 2012. Hubungan Budaya dan Agama dalam Islam. Dalam  http://www.dakwatuna.com/2012/12/11/25136/hubungan-budaya-dan-agama-dalam-islam/  diakses pada hari Sabtu, 28 Mei 2016, pukul : 09.30 WIB.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGESAHAN, PENGUNDANGAN, PENYEBAR LUASAN PERUNDANG UNDANGAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Pengsahan-Pengundangan dan Daya Ikat Perundang-Undangan      A.  Pengesahan Setelah suatu rancangan undang-undang itu dibahas, tahap selanjutnya adalah pengesahan. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan disebutkan: Bagian Kesatu: Pengesahan dan Pengundangan Undang-Undang Pasal 2 1)  Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. 2)  Penyampaian rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 3 Menteri Sekretaris Negara melakukan penyiapan naskah rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) guna disahkan oleh Presiden. Pasal 4 1)  Nask...

MATERI MUATAN, FUNGSU DAN TUJUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

A.  Materi muatan Berbagai jenis Peraturan Perundang-Undangan Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979, sebagai terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’. A. Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatan Undang-Undang Indonesia merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan Undang-Undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang dianutnya, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem pemerintahan negara yang diselenggarakannya. Untuk menemukan materi  muatan Undang-Undang, dapat digunakan tiga pedoman, yaitu: a)  Dari ketentuan batang tubuh UUD 1945 Apabila dilihat dalam batang tubuh UUD 45 maka dapat ditemukan 18 masalah yang harus diatur, ditetapkan, atau dilaksanakna berdasarkan Undang-Undang. Dari kedelapan belas pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi ti...

PERUBAHAN, PENCABUTAN DAN PEMBATALAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Perubahan Perundang-undangan   Perubahan mendasar pasca empat kali amandemen secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut: 1.  Ditegaskannya demokrasi konstitusional dan negara hukum; 2.  Kesetaraanantarlembaganegaradengansistempemisahankekuasaandan check and balances; 3.  Kesetaraanantarlembaganegaradengansistempemisahankekuasaandan check and balances; 4.  Pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang dari tangan Presiden ke tangan DPR; 5.  Sistem pemerintahan presidensiil dengan pemilihan Presiden langsung oleh rakyat; 6.  Lembaga perwakilan yang unik terdiri DPR dan DPD, serta MPR yang terdiri dari anggota DPR dan Anggota DPD; 7.  Kekuasaan kehakiman yang merdeka dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilah yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; 8.  Peran...