Perubahan Perundang-undangan
Perubahan mendasar pasca empat kali amandemen secara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Ditegaskannya demokrasi konstitusional dan negara hukum;
2. Kesetaraanantarlembaganegaradengansistempemisahankekuasaandan check and balances;
3. Kesetaraanantarlembaganegaradengansistempemisahankekuasaandan check and balances;
4. Pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang dari tangan Presiden ke tangan DPR;
5. Sistem pemerintahan presidensiil dengan pemilihan Presiden langsung oleh rakyat;
6. Lembaga perwakilan yang unik terdiri DPR dan DPD, serta MPR yang terdiri dari anggota DPR dan Anggota DPD;
7. Kekuasaan kehakiman yang merdeka dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilah yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;
8. Peran partai politik dalam pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden;
9. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri;
10. APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
11. NKRI negarakepulauan yang bercirinusantara;
12. Perluasanjaminanhakasasimanusia;
13. Pemisahan TNI denganKepolisian Negara RI;
14. Anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD;
15. Demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
16. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat;
17. Negara memilikisuatu bank sentralindependen;
18. BPK yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan Negara;
19. Syarat dan tata cara perubahan pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945 serta khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan; dan
20. Dengan ditetapkannya perubahan UUD NRI Tahun 1945 tersebut, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiriatas Pembukaan dan pasal-pasal.
B. Perubahan UUD RI Tahun 1945
Pada peubahan UUDN RI tahun 1945 telah berhasil mengubah kekuasaan pemerintahan yang otoriter dan sentralistik menjadi kekuasaan yang demokratis berdasarkan atas hukum dan desentralistis. Penyelenggaraan negara yang berpusat pada negara (state) bergeser berbasis kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Rakyat mendapatkan kembali kedaulatannya yang sempat digenggam oleh Presiden sebagai Mandataris MPR selama lebih dari tiga dekade. Hubungan antar lembaga negara juga mengalami perubahan, karena lembaga negara diposisikan setara dengan prinsip check and balances. Hubungan pusat dan daerah juga lebih proporsional dengan diberikannya kewenangan bagi pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Kekuasaan kehakiman mendapat jaminan konstitusional sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaran peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu kekuasaan kehakiman diberikan kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan sebagai wujud supremasi hukum. Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan menguji undang-undang terhadap UUDNRI Tahun 1945 dan Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
C. Grand Design dan Visioner
Dimasa yang akan datang perubahan ke-5 UUDNRI Tahun 1945 perlu dilakukan dengan suatu grand design yang jelas, disertai visi yang aspiratif. Sebab undang-undang dasar suatu negara bersifat dinamis, mengikuti gerak masyarakatnya, bahkan diharapkan dapat menjadi guiding star yang memandu kehidupan masyarakatnya dalam meraih cita-cita bersama. Karena itu pembentuk undang-undang dasar dan perubahannya harus mampu menangkap semangat zaman dan sekaligus berfikir visioner. Perubahan UUDNRI Tahun 1945 nanti harus dapat merevitalisasi fungsi konstitusi.
Jimly Asshiddiqie (2006:33-34) merinci fungsi konstisusi sebagai berikut:
1. Penentu dan pembatas kekuasaan organ negara;
2. Pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara;
3. Pengatur hubungan antar organ kekuasaan negara dengan warga;
4. Pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara;
5. Penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara;
6. Simboliksebagaipemersatu (symbol of unity);
7. Simboliksebagairujukanidentitasdankeagungankebangsaan (identity of nation);
8. Sebagaipusatupacara (center of ceremony);
9. Saranapengendalianmasyarakat (social control), baikdalamartisempitdanhanya di bidangpolitikmaupundalamartiluasmencakupbidangsosialdanekonomi;
10. Saranaperekayasaandanpembaharuanmasyarakat (social engineering atau social reform), baikdalamartisempitmaupundalamartiluas.
Perubahan undang-undang dasar harus diikuti pula oleh perubahan budaya masyarakat, perubahan budaya birokrasi yang kondusif untuk pelaksanaan nilai-nilai konstitusi untuk menjadi bangsa yang sejahtera dan bermartabat. Sebab tanpa perubahan budaya tersebut jurang pemisah antara harapan dan kenyataan akan tetap lebar. Bangsa Indonesia harus bergerak dari regulasi ke implementasi secara konsisten dengan kecerdasan menangkap peluang-peluang yang terbuka di hadapan kita. Mengubah undang-undang dasar tidak mudah, tetapi yang tidak kalah sulitnya ialah membangun budaya taat berkonstitusi.
D.Cara dan Prosedur Perubahan Undang-Undang Dasar
Bahwa sesungguhnya suatu Undang-Undang Dasar pada hakekatnya hasil karya manusia sedangkan manusia itu sendiri mempunyai sifat dan pola tingkah laku yang dinamis karena dipengaruhi berbagai faktor, sehingga wajar terjadinya perubahan suatu Undang-Undang Dasar dalam suatu Undang-Undang Dasar. “Berkenaan dengan perubahan Undang-Undang Dasar, Dr.G. Jelinneck mengemukakan pahamnya yang membedakan antara verfassungsanderung dan verfassungwandlung.
Verfassungsanderung adalah perubahan Undang-Undang Dasar yang dilakukan dengan sengaja dan dengan cara yang disebut dalam Undang-Undang Dasar yang bersangkutan. Sedangkan verfassungwandlung ialah perubahan Undang-Undang Dasar dengan cara yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar, tetapi melalui cara-cara yang istimewa seperti revolusi, coup d’etat, convention, dan sebagainya”. ).Menurut K.C. Wheare, ada 4 (empat) cara kemungkinan yang akan terjadi terhadap perubahan suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar, dimana perubahan itu dilakukan/melalui:
1.Beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces);
2.Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amendment);
3.Penafsiransecarahukum (judicialinterpretation);
4.Kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan (usage and convention).
Menurut C. F. Strong dalam bukunya “Modern Political Constitution” halaman 46, ada empat cara perubahan Undang-Undang Dasar modern yang disebutnya dengan the four methods of modern constitutional amendments, yaitu:
1. By the ordinary legislature, but under certain restriction
a) Bahwauntukmelakukanperubahan terhadap suatu konstitusi the ordinary legislature dalam sidang-sidangnya harus dihadiri oleh paling sedikit fixed quorum members. Kemudian keputusan-keputusan itu disetujui oleh suara yang terbanyak yang ditentukan. Model ini dapat kita lihat dalam pasal 37 UUD 1945.
b) Bahwasebelumperubahandilakukan the ordinary legislature dibubarkan, kemudian diadakan pemilihan umum yang baru. Lembaga perwakilan rakyat yang baru inilah yang kemudian bertindak sebagai konstituante untuk mengubah konstitusi. Model ini dianut oleh Belgia, NorwegiadanSwedia.
c) Bahwauntukmengubahkonstitusi, dua lembaga perwakilan rakyat yang ada (dalam bicameral system), harus melakukan sidang gabungan sebagai suatu badan. Keputusan sidang gabungan mengenai perubahan konstitusi sah bila disetujui oleh suara terbanya (suara terbanyak mutlak atau suara terbanyakditentukan) darianggota-anggotanya.
2. By the people trough referendum
Cara ini terjadi apabila perubahan konstitusi memerlukan adanya persetujuan langsung dari rakyat. Pendapat rakyat ini diminta melalui referendum, plebisit, atau popular vote. Cara kedua ini dianut oleh Perancis. Pada waktu de Gaulle diberi wewenang khusus, maka wewenang itu dipergunakan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap konstitusi Perancis. Setelah rancangan perubahan itu selesai disusun, hal itu kemudian disampaikan kepada rakyat dalam suatu referendum.
3. By a majority of all units of a federal state
Cara ini hanya berlaku dalam negara federal saja. Oleh karena pembentukan negara federal itu dilakukan oleh negara-negara yang membentuk, dan konstitusinya merupakan semacam perjanjian (treaty) antara negara-negara tadi, maka perubahan konstitusi memerlukan adanya persetujuan negara-negara anggota (negara bagian- bagian).Keputusan tentang perubahan itu dapat dilakukan oleh rakyat masing-masing negara bagian atau juga dapat dilakukan oleh Lembaga Perwakilan Rakyat masing-masing negara bagian. Di Swiss dan Australia perubahan itu memerlukan adanya persetujuan rakyat melalui suatu referendum. Di Amerika Serikat perubahan konstitusinya memerlukan adanya Lembaga Perwakilan Rakyat amsing-masing negara bagian.
4. By a special convention
Cara ini terjadi apabila untuk merubah suatu konstitusi mengharuskan dibentuknya suatu badan khusus. Dengan demikian yang diberi wewenang untuk merubah konstitusi itu adalah badan yang khusus diadakan untuk itu. Cara yang demikian ini kita jumpai pada Undang-Undang Dasar Sementara 1950, dimana untuk merubah bagian-bagian Undang-Undang Dasarnya harus dibentuk sebuah badan yang dinamakan Majelis Perubahan Undang-Undang.Majelis ini bukanlah sidang gabungan dari badan yang sudah ada, melainkan dia adalah suatu yang sama sekali baru. Wewenang badan baru diatas hanyalah merubah Undang-Undang Dasar”.
Jadi perubahan yg UUD yg terjadi di Indonesia Menurut K.C. Wheare adalahsebagaiberikut “:
1. Beberapakekuatan yang bersifat primer (some primary forces);
2. Perubahan yang diaturdalam konstitusi (formal amendment);
Menurut C. F. Strong By the ordinary legislature, but under certain restriction pada bagian C bahwa untuk mengubah konstitusi, dua lembaga perwakilan rakyat yang ada (dalam bicameral system), harus melakukan sidang gabungan sebagai suatu badan. Keputusan sidang gabungan mengenai perubahan konstitusi sah bila disetujui oleh suara terbanya (suara terbanyak mutlak atau suara terbanyak ditentukan) dari anggota-anggotanya.
E.UUD 1945 dan Perubahan
Sejak awal disahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD itu sesungguhnya tidaklah dimaksudkan sebagai undang-undang dasar yang bersifat permanen. Ir. Soekarno yang mengetuai sidang-sidang pengesahan UUD itu dengan tegas menyebutkan bahwa UUD 1945 itu adalah undang-undang dasar sementara, yang dibuat secara kilat Nanti, kata Soekarno, jika keadaan telah memungkinkan, kita akan membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang akan menyusun undang-undang dasar yang lebih lengkap dan sempurna. Aturan Tambahan UUD 1945 telah secara implisit menyebutkan bahwa UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 itu, hanya akan berlaku 12 bulan lamanya. Dalam enam bulan sesudah berakhirnya Perang Asia Timur Raya, Presiden sudah harus menyelesaikan tugasnya menyusun segala peraturan dan membentuk lembaga-lembaga negara sebagaimana diatur oleh UUD 1945, termasuk membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam 6 bulan setelah MPR terbentuk, majelis itu sudah harus menyelesaikan tugasnya menyusun undang-undang dasar yang baru. Pemahaman dan penafsiran saya terhadap ketentuan Aturan Peralihan di atas, didasarkan atas notulen perdebatan dalam rapat-rapat pengesahan UUD 1945, yang menjadi latar belakang perumusan ketentuan Aturan Peralihan itu. Pemahaman itu didukung pula oleh fakta sejarah, dengan diterbitkannya Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, yang menyerukan kepada rakyat untuk membentuk partai politik dalam rangka penyelenggaraan pemilihan umum, yang akan dilaksanakan tanggal 1 Februari 1946. Dalam maklumat itu antara lain dikatakan bahwa pemilu diperlukan agar pemerintahan negara kita dapat disusun secara demokratis. Mungkin dengan pemilihan umum itu, demikian dikatakan dalam maklumat, Pemerintah kita akan berubah, dan undang-undang dasar kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak. Sayangnya pemilihan umum 1 Februari 1946 itu tidak dapat dilaksanakan. Situasi dalam negeri memburuk akibat kedatangan tentara sekutu yang diboncengi pasukan Belanda. Perang Kemerdekaan berkecamuk, pusat pemerintahan pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Karena Pemilu tidak dapat dilaksanakan, maka UUD 1945 tetap berlaku, sehingga digantikan dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat, pada tanggal 27 Desember 1949. UUD inipun diganti lagi dengan UUD Sementara Tahun 1950, setelah bubarnya Republik Indonesia Serikat, dan kita kembali ke susunan Negara Kesatuan, tanggal 17 Agustus 1950. Pemilihan Umum 1955 telah menghasilkan terbentuknya Konstituante untuk menyusun UUD yang bersifat tetap. Namun majelis ini dibubarkan Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, sebelum berhasil menyelesaikan tugasnya. Dekrit itu, dengan segala kontroversi yang terdapat di dalamnya, menegaskan berlakunya kembali UUD 1945. Jadi, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, sampai tibanya era reformasi, sebenarnya tidak pernah terjadi perubahan undang-undang dasar. Apa yang terjadi ialah pergantian undang-undang dasar, dari yang satu ke yang lainnya, seperti saya uraikan tadi. Istilah yang saya gunakan ini, dijadikan sebagai acuan dalam perdebatan Badan Pekerja MPR, ketika membahas perubahan UUD 1945 di era reformasi.
Komentar