A. Materi muatan Berbagai jenis Peraturan Perundang-Undangan
Istilah muatan Undang-undang ini pertama kali diperkenalkan oleh A. Hamid Attamimi, dalam Majalah hukum dan pembangunan No. 3 Tahun ke-IX, Mei 1979, sebagai terjemahan dari ‘het eigenaardig onderwerp der wet’. A. Hamid Attamimi berpendapat bahwa materi muatan Undang-Undang Indonesia merupakan hal yang penting untuk kita teliti dan kita cari, oleh karena pembentukan Undang-Undang suatu Negara bergantung pada cita Negara dan teori bernegara yang dianutnya, pada kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negaranya pada sistem pemerintahan negara yang diselenggarakannya.
Untuk menemukan materi muatan Undang-Undang, dapat digunakan tiga pedoman, yaitu:
a) Dari ketentuan batang tubuh UUD 1945
Apabila dilihat dalam batang tubuh UUD 45 maka dapat ditemukan 18 masalah yang harus diatur, ditetapkan, atau dilaksanakna berdasarkan Undang-Undang. Dari kedelapan belas pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
1) Kelompok hak-hak (asasi) Manusia: Pasal 12, Pasal 23 (2), Pasal 23 (3), Pasal 26 (1), Pasal 26 (2), Pasal 28, Pasal 30 (2), Pasal 31 (1).
2) Kelompok pembagian kekuasaan Negara: Pasal 2 (1), Pasal 19 (1), Pasal 24 (1), Pasal 24 (2), dan Pasal 25.
3) Kelompok penetapan organisasi dan alat kelengkapan Negara: Pasal 16 (1), Pasal 18, Pasal 23 (1), Pasal 23 (4), dan Pasal 23 (5).
b) Berdasarkan wawasan Negara berdasar atas hukum
Dalam penjelasan UUD 1945 ditentukan bahwa Negara Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum. Wawasan Negara yang berdasarkan atas hukum ini mengandung beberapa konsekuensi di bidang perundang-undangan, oleh karena itu menyangkut masalah pembagian kekuasaan Negara dan perlindungan hak-hak manusia. Wawasan negara berdasar atas hukum ini dimulai dengan terbentuknya Polizeistaat sampai pada perkembangan yang terakhir sebagai Rechtsstaat material atau sosial,
c) Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi
Berdasarkan wawasan pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi merupakan pasangan adanya wawasan negara berdasar atas hukum. Dalam wawasan pemerintahan berdasarkan sitem konstitusi ini, kewenangan pemerintah beserta segala tindakannya dalam menjalankan tugas-tugasnya dibatasi oleh adanya konstitusi (hukum dasar) negara tersebut. Oleh karena Negara Republik Indonesia menganut adanya wawasan pemerintahan berdasar sitem konstitusi, maka kekuasaan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia terikat oleh UUD dan Hukum Dasar, sedangkan kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilannya terikat oleh undang-undang dan hukum negara.
Adapun materi muatan peraturan Perundang-Undangan lainnya yaitu Materi muatan peraturan pemerintah pengganti, undang-undang Materi muatan peraturan pemerintah, Materi muatan keputusan presiden, Materi muatan peraturan di bawah keputusan presiden.
Setelah perubahan UUD 1945, pendapat mengenai materi muatan undang-undang dan peraturan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi tersebut secara resmi diakui. Pengakuan tersebut dituangkan dalam rumusan pasal-pasal undang-undang No. 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Pasasl 22 A UUD 1945 perubahan, dan Pasal 6 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan hal mengenai materi muatan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya dirumuskan dalam pasal-pasalnya. Perumusan materi mauatan Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan lainnya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Materi Muatan Undang-Undang
Materi muatan Undang-Undang secara rinci dirumuskan dalam pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 sebagai berikut:
A. Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang meliputi:
a) Hak-hak asasi manusia;
b) Hak dan kewajiban warga negara;
c) Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian negara
dan pembagian daerah;
d) Wilayah negara dan pembagian daerah;
e) Kewarganegaraan dan kependudukan;
f) Keuangan negara,
B. Diperintahkan oleh Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
2. Materi Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Dalam penjelasan pasal 22 UUD 1945 dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) adalah peraturan yang setingkat dengan Undang-Undang, sehingga dalam pasal 9 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 ditetapkan materi muatan PERPU adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
3. Materi Muatan Peraturan Pemerintah
Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah seluruh materi muatan Undang-Undang tetapi sebatas yang dilimpahkan, artinya sebatas yang perlu dijalankan atau diselenggarakan lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah.
Pasal 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 pasal 9 menetapkan bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Dalam penjelasan pasal 10 dirumuskan, bahwa yang dimaksud dengan sebagaimana mestinya adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.
4. Materi Muatan Peraturan Presiden
Seperti pendapat A. Hamid S. Attamimi, setelah mengetahui dan menemukan apa yang menjadi materi muatan Undang-Undang dan materi muatan Peraturan Pemerintah, maka dapat diketahui materi muatan sisanya, yaitu materi muatan dari Keputusan Presiden (sekarang Peraturan Presiden), baik yang bersifat delegasi maupun atribusi.
Dalam pasal 11 Undang-Undang No.10 Tahun 2004 ditetapkan bahwa “materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.”
5. Materi Muatan Peraturan Daerah
Dalam pasal 12 UU No. 10 Tahun 2004 menetapkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah, adalah seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
6. Materi Muatan Peraturan Desa
Dalam pasal 13 UUD No. 10 Tahun 2004 ditetapkan bahwa materi muatan Peraturan Desa atau yang setingkat, adalah seluruh materi muatan dalam rangka menyelenggarakan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Menurut penjelasan pasalnya, yang dimaksud dengan “yang setingkat” adalah nama lain dari pemerintahan tingkat desa.
B. Fungsi Berbagai jenis Peraturan Perundang-Undangan
Fungsi Aturan Perundang-undangan dalam Sistem Hukum Indonesia
1) Fungsi Undang-undang Dasar, berfungsi sebagai hukum dasar bagi pembentukkan lembaga-lembaga negara, fungsi, dan hubungannya antara satu dengan yang lain, mengatur hubungan antara Negara dengan warga negara, dan memuat cita-cita serta tujuan Negara.
2) Ketetapan MPR, pada dasarnya berfungsi mengatur tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
3) Fungsi undang-undang adalah :
1. menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 yang tegas-tegas menyebutnya
2. pengaturan lebih lanjut secara umum aturan dasar lainnya dalam batang tubuh Undang-undang Dasar 1945
3. pengaturan Lebih lanjut dari Ketetapan MPR yang tegas-tegas menyebutkan;
d.pengaturan di bidang materi Konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang Susunan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
d.pengaturan di bidang materi Konstitusi, seperti organisasi, Tugas dan Wewenang Susunan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
4) Fungsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) pada dasarnya sama dengan fungsi dari undang-undang. Perbedaan keduanya terletak pada Pembuatnya, undang-undang dibuat oleh Presiden bersama-sama dengan DPR dalam keadaan normal sedangkan PERPU dibuat oleh Presiden. Perbedaan lainnya adalah Undang-undang dibuat dalam suasana (keadaan) normal, sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dibuat dalam keadaan kegentingan yang memaksa.
5) Fungsi Peraturan Pemerintah adalah :
a) Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya
b) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut, ketentuan lain dalam undang-undang yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.
6) Fungsi Keputusan Presiden yang berisi pengaturan adalah :
a) Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. (sesuai Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
c) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam Peraturan Pemerintah meskipun tidak tegas-tegas menyebutkannya.
7) Fungsi Keputusan Menteri adalah sebagai berikut:
a) Menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan di bidangnya (sesuai dengan pasal 17 ayat 1 UUD 1945).
b) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Keputusan Presiden.
c) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas menyebutnya.
d) Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya.
Berdasarkan TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 jenis-jenis Peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1) Peraturan Perundang-undangan Tingkat Pusat
a) Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
b) Peraturan Pemerintah
c) Keputusan Presiden
d) Keputusan Menteri
e) Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen
f) Keputusan Direktur Jenderal Departemen
g) Keputusan Kepala Badan Negara
2) Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
a) Peraturan Daerah Tingkat I
b) Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tk.I
c) Peraturan Daerah Tingkat II
d) Keputusan Bupati/ Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II
Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000, jenis peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia :
A. Peraturan Perundang-undangan Tingkat Pusat :
1) Undang-Undang Dasar 1945
2) Undang-undang
3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
4) Peraturan Pemerintah
5) Keputusan Presiden, yang bersifat mengatur
6) Peraturan Daerah
B. Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah
a) Peraturan daerah Propinsi
b) Peraturn Daerah Kabupaten atau Kota
c) Peraturan Daerah atau setingkat, yang dibuat oleh Lembaga Perwakilan Desa.
Penyebutan jenis peraturan perundang-undangan di atas sekaligus merupakan hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Artinya, suatu peraturan perundang-undangan selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya. Konsekuensinya, setiap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
TAP MPR Nomor III/MPR/2000 diatas melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan mengalami perubahan lagi. Menurut UU No. 10 tahun 2004 jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah.
6. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
1) Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama Gubernur.
2) Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
3) Kabupaten atau Kota bersama Bupati atau Walikota
4) Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dengan itu, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
C. Tujuan Berbagai Jenis Perundang-Undangan
Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
a) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenangPeraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
b) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan harus benar-benar memerhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
c) Dapat dilaksanakan
Asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
d) Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e) Kejelasan rumusan
Asas “kejelasan rumusan” yaitu bahwa setiap peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan interpretasi dalam pelaksanaannya.
f) Keterbukaan
Asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk seluas-luasnya memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 juga menentukan adanya asas-asas yang harus terkandung dalam materi muatan setiap Peraturan Perundang-undangan. Asas-asas yang dimaksud adalah asas:
a. Pengayoman
b. Asas “pengayoman” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
c. Kemanusiaan
d. Asas “kemanusiaan” yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara profesional.
g) Kebangsaan
Asas “kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
a. Kekeluargaan
b. Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminakn musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
c. Kenusantaraan
d. Asas “kenusantaraan”, yaitu bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memerhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan meteri muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
h) Bhinneka tunggal ika
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
i) Keadilan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
j) Kesaman kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Bahwa setiap materi muatan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau, status sosial.
k) Ketertiban dan kepastian hukum
Bahwa setiap materi perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
l) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan bangsa dan negara.
Komentar